Senin, 13 Januari 2020

Perbedaaan Fintech syariah dan konvensional
Suku Bunga
Dalam pembiayaan konvensional, kredit yang diberikan kepada konsumen dibuat sebagai akad pinjaman sehingga nasabah nantinya memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut beserta bunga yang ditentukan oleh peminjam (fintech konvensional), tergantung pada besarnya pinjaman yang diambil.
Hal ini yang akan sedikit berbeda pada pembiayaan keuangan syariah, dimana bunga merupakan hal yang tidak diperbolehkan karena dalam bunga terdapat unsur riba. Dalam pembiayaan syariah, tidak akan menjumpai kredit yang diberikan akad sebagai pinjaman melainkan dengan akad murabahah, ijarah wa iqtina, serta musyarakah mutanaqishah.
Masing-masing akad tersebut pastinya memiliki tata cara pengaturan yang berbeda. Akad murabahah bisa diartikan sebagai akad jual beli penyelenggara atau Fintech akan bertindak sebagai pembeli atas benda ataupun produk yang diinginkan nasabah.
Kemudian peminjam akan menjual produk tersebut kepada nasabah dengan margin tertentu. Margin tersebut akan menjadi keuntungan dan bukan sebagai bunga sebagaimana pada pembiayaan keuangan konvensional.
Sedangkan pada akad ijarah wa iqtina merupakan akad sewa menyewa. Artinya Fintech  bertindak untuk membeli benda yang diinginkan nasabah, selanjutnya Fintech menyewakan benda tersebut kepada nasabah dalam kurun waktu tertentu.
Nantinya nasabah bisa membeli benda tersebut sehingga berganti kepemilikan. Sementara musyarakah mutanaqishah, baik Fintech ataupun nasabah bersama-sama menaruh modal untuk sesuatu hal yang nantinya nasabah bisa membeli bagian dari Fintech untuk memiliki benda tersebut sepenuhnya. Dengan melihat beberapa akad dalam pembiyaan syariah, tidak menggunakan akad pinjaman serta tidak adanya bunga.
Resiko dan Cicilan
Ketika nasabah mengajukan pinjaman secara konvensional, nasabah akan menanggung sepenuhnya resiko ketika nasabah tidak memiliki kemampuan untuk membayar cicilannya. Hal ini berbeda dengan sistem pembiayaan dengan akad syariah kedua belah pihak baik Fintech ataupun nasabah akan menanggung resiko tersebut.
Ketersediaan Pinjaman
Dalam proses pengajuan pinjaman bila dilihat dari aspek dokumen yang dibutuhkan, baik dengan sistem konvensional ataupun syariah. Keduanya membutuhkan dokumen seperti fotokopi KTP dan bukti penghasilan. Besar dana pinjaman yang tersedia keduanya pun bervariasi yaitu sekitar Rp5 juta hingga Rp250 juta.
Namun, ada sedikit perbedaan antara pembiayaan syariah dan konvensional dalam hal menyediakan dana pinjaman. Pada pembiayaan syariah menggunakan penawaran produk untuk keperluan tertentu. Dalam hal ini tidak ada dalam pembiayaan keuangan konvensional seperti untuk pendidikan, haji dan umroh, ataupun lainnya.
Meskipun tata cara pembiayaan konvensional dan syariah secara matematis mungkin terlihat mirip, namun secara prinsipil keduanya memiliki perbedaan yang sangat mencolok.
Dengan mengetahui beberapa perbandingan antara dana pinjaman dari sistem pembiayaan keuangan konvensional dan syariah, pastinya akan lebih leluasa untuk menentukan pilihan yang seperti apa yang membuat lebih aman dan nyaman.
-Tantangan Fintech di Indonesia 
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa financial technology (fintech) pinjam meminjam punya peluang besar untuk tumbuh di Indonesia. Hanya, fintech juga menghadapi lima tantangan.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menyampaikan, tantangan pertama bagi fintech lending adalah menciptakan keseimbangan antara meningkatkan inklusi keuangan dan manajemen risiko. "Kedua, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai layanan fintech," ujarnya saat Fintech Inclusion Forum di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (31/7).

Tantangan ketiga yakni infrastruktur. Sebanyak 143,3 juta atau 54,7% dari jumlah penduduk Indonesia memang sudah terhubung ke internet pada 2017. Namun, masih ada wilayah di Tanah Air yang belum terhubung internet. Dalam hal ini, pemerintah menjamin seluruh wilayah di Indonesia terhubung internet pada 2019 dengan adanya proyek Palapa Ring.

Yang menarik, 69% masyarakat yang belum terakses internet telah memiliki ponsel pintar (smartphone). Nurhaida berharap, industri memproduksi smartphone dengan harga yang terjangkau. "Kami berharap smartphone ini bisa dimiliki masyarakat dengan harga terjangkau sehingga fasilitas itu bisa digunakan untuk mengakses layanan fintech," kata dia.

Selanjutnya, fintech juga menghadapi persoalan keamanan siber dan perlindungan data konsumen. Nurhaida mendorong, fintech menjaga tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG) dengan meningkatkan transparansi dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang teknologi informasi.

Terakhir, fintech harus mengumpulkan lebih banyak data konsumen sehingga proses pinjam meminjam menjadi lebih efisien dan efektif. Apalagi, kelengkapan dan akurasi data memengaruhi besaran bunga yang ditawarkan.

-Peranan Fintech bagi UMKM

Kolaborasi Finansial Technology (fintech) dengan lembaga keuangan, khususnya perbankan syariah dapat meningkatkan keuangan inklusif pada UMKM di indonesia saat ini dan juga dapat meningkatkan perekonomian. Hal tersebut dapat terjadi karena saat ini perkembangan teknologi sangat pesat dan telah masuk ke semua sektor yang ada di Indonesia, salah satunya yaitu sektor keuangan.
Implementasi fintech pada industri perbankan akan memudahkan dan mendekatkan pelaku bisnis UMKM untuk mengakses produk layanan keuangan syariah yang ditawarkan serta mengajukan pembiayaan secara langsung tanpa harus datang ke kantor cabang nya. Dan selain mempermudah pelaku bisnis sektor UMKM dalam mendapatkan akses keuangan, juga dapat meningkatkan kinerja pada bank syariah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar