Rabu, 09 November 2016

Tugas Individu Manusia dan Penderitaan

TUGAS INDIVIDU
ILMU BUDAYA DASAR
MANUSIA DAN PENDERITAAN
DOSEN          : NORMANSHAH BANOWO



KELAS                        : 1EA27
1.     Mohammad Annas Bani Malik             : 14216488





FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016/2017
MANUSIA DAN PENDERITAAN

Pengertian Penderitaan
Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dara artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan dapat berupa penderitaan lahir atau batin atau lahir dan batin. Penderitaan termasuk realitas manusia dan dunia. Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, ada yang berat, ada yang ringan.
Namun peranan individu juga menentukan berat-tidaknya intensitas penderitaan. Suatu peristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit kembali bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.Berbagai kasus penderitaan terdapat dalam kehidupan.
Banyaknya macam kasus penderitaan sesuai dengan liku liku kehidupan manusia. Penderitaan fisik yang dialami manusia tentulah diatasi dengan cara medis untuk mengurangi atau menyembuhkannya, sedangkan penderitaan psikis, penyembuhan nya terletak paa kemampuan si penderita dalam menyelesaikan soal-soal psikis yang dihadapinya.


Pengertian Siksaan
Siksaan dapat diartikan sebagai siksaan badan atau jasmani, dan dapat juga berupa siksaan jiwa atau rohani. Akibat siksaan yang dialami seseorang, timbullah penderitaan. Siksaan yang sifatnya psikis bisa berupa : kebimbangan, kesepian, ketakutan. Ketakutan yang berlebih-lebihan yang tidak pada tempatnya disebut phobia.banyak sebab yang menjadikan seseorang merasa ketakutan antara lain : claustrophobia dan agoraphobia, gamang, ketakutan, kesakitan, kegagalan.
Para ahli ilmu jiwa cenderung berpendapat bahwa phobia adalah suatu gejala dari suatu problema psikologis yang dalam, yang harus ditemukan, dihadapi, dan ditaklukan sebelum phobianya akan hilang. Sebaliknya ahli-ahli yang merawat tingkah lakupercaya bahwa suatu phobia adalah problem nya dan tidak perlu menemukan sebab-sebabnya supaya mendapatkan perawatan dan pengobatan. Kebanyakan ahli setuju bahwa tekanan dan ketegangan disebabkan oleh karena si penderita hidup dalam keadaan ketakutan terus menerus, membuat keadaan si penderita sepuluh kali lebih parah.

KEKALUTAN MENTAL
Penderitaan batin dalam ilmu psikologi dikenal sebagai kekalutan mental. Secara lebih sederhana kekalutan mental adalah gangguan kejiwaan akibat ketidakmampuan seseorang menghadapi persoalan yang harus diatasi sehingga yang bersangkutan bertingkah laku secara kurang wajar.
Gejala permulaan bagi seseorang yang mengalami kekalutan mental adalah :
1. nampak pada jasmani yang sering merasakan pusing, sesak napas, demam, nyeri pada lambung
2. nampak pada kejiwaannya dengan rasa cemas, ketakutan, patah hati, apatis, cemburu, mudah marah
Tahap-tahap gangguan kejiwaan adalah :
1. Gangguan kejiwaan nampak pada gejala-gejala kehidupan si penderita baik jasmani maupun rohani.
2. Usaha mempertahankan diri dengan cara negatif
3. Kekalutan merupakan titik patah (mental breakdown) dan yang 3bersangkutan mengalami gangguan.
Sebab-sebab timbulnya kekalutan mental :
1. Kepribadian yang lemah akibat kondisi jasmani atau mental yang kurang sempurna.
2. Terjadinya konflik sosial budaya.
3. Cara pematangan batin yang salah dengan memberikan reaksi yang berlebihan terhadap kehidupan sosial.
Proses kekalutan mental yang dialami seseorang mendorongnya kearah positif dan negatif.
Positif; trauma jiwa yang dialami dijawab dengan baik sebgai usaha agar tetap survey dalam hidup, misalnya melakukan sholat tahajut, ataupun melakukan kegiatan yang positif setelah kejatuhan dalam hidupnya.
Negatif; trauma yang dialami diperlarutkan sehingga yang bersangkutan mengalami frustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapai nya apa yang diinginkan.

Bentuk frustrasi antara lain :
1. Agresi berupa kemarahan yang meluap-luap akibat emosi yang tak terkendali dan secara fisik berakibat mudah terjadi hipertensi atau tindakan sadis yang dapat membahayakan orang sekitarnya.
2. Regresi adalah kembali pada pola perilaku yang primitif atau ke kanak-kanakan
3. Fiksasi; adalah peletakan pembatasan pada satu pola yang sama (tetap) misalnya dengan membisu.
4. Proyeksi; merupakan usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan dan sikap-sikap sendiri yang negatif kepada orang lain.
5. Identifikasi; adalah menyamakan diri dengan seseorang yang sukses dalam imaginasinya
6. Narsisme; adalah self love yang berlebihan sehingga yang bersangkutan merasa dirinya lebih superior dari paa orang lain.
7. Autisme; ialah menutup diri secara total dari dunia riil, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, ia puas dengan fantasi nya sendiri yang dapat menjurus ke sifat yang sinting.
Penderitaan kekalutan mental banyak terdapat dalam lingkungan seperti :
1. kota – kota besar
2. anak-anak muda usia
3. wanita
4. orang yang tidak beragama
5. orang yang terlalu mengejar materi
Apabila kita kelompokan secara sederhana berdasarkan sebab-sebab timbulnya penderitaan, maka penderitaan manusia dapat diperinci sebagai berikut :
1. Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia.
2. Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan/azab Tuhan
Orang yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif ataupun sikap negative. Sikap negative misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, atau ingin bunuh diri. Kelanjutan dari sikap negatif ini dapat timbul sikap anti, mislanya anti kawin atau tidak mau kawin, tidak punya gairah hidup, dan sebagainya. Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dari penderitaan dan penderitaan itu adalah hanya bagian dari kehidupan. Sikap positif biasanya kreatif, tidak mudah menyerah, bahkan mungkin timbul sikap keras atau sikap anti. Misalnya sifat anti kawin paksa, ia berjuang menentang kawin paksa, dan lain lain.

PENYEBAB MUNCULNYA PENDERITAAN
Penderitaan yang muncul karena perbuatan buruk manusia
Menurut pandangan saya, penderitaan ini muncul disebabkan hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya baik dengan antar sesama manusia ataupun dengan alam. Penderitaan ini dapat muncul karena ketidak harmonisan antara elemen satu dengan yang lainnya. contohnya pada hubungan dalam bermasyarakat, ada kalanya didalam bermasyarakat terdapat perbedaan pendapat yang dapat menimbulkan perselisihan diantara satu dengan yang lainnya, hal ini bisa saja mengakibatkan timbulnya rasa dengki, marah, bahkan saling menuduh atau menjelek-jelekan. dari sinilah penderitaan muncul karena perbuatan saling tidak menyukai tersebut. dalam hal ini, penderitaan yang dialami adalah penderitaan secara batin karena terdapat rasa sakit hati apabila ada seseorang yang menjelek-jelekan bahkan rasa itu bisa saja semakin sakit apabila sudah terjadi pertengkaran yang membuat hubungan didalam masyarakat sudah tidak ada rasa nyaman dan aman. Selain karena ketidak harmonisan dengan sesama, ketidak harmonisan dengan alam juga dapat membawa penderitaan. contohnya apa yang sedang terjadi saat ini yaitu bencana alam terjadi dimana-mana. karena kesalahan manusia terhadap alam lah yang membuat alam menjadi tidak bersahabat lagi dengan manusia maka muncul lah penderitaan pada setiap orang yang terkena bencana alam. penderitaan yang dialami adalah penderitaan secara fisik dan batin, karena mereka yang terkena bencana alam harus rela kehilangan harta benda bahkan keluarga mereka.

Penderitaan yang muncul karena suatu penyakit/siksaan
Penderitaan manusia dapat juga terjadi akibat penyakit atau siksaan / azab Tuhan. Namun kesabaran, tawakal, dan optimism dapat merupakan usaha manusia untuk mengatasi penderitaan itu. Banyak contoh kasus penderitaan semacam ini dialami manusia. Beberapa kasus penderitaan dapat diungkapkan berikut ini : Seorang anak lelaki buta sejak diahirkan, diasuh dengan tabah oleh orang tuanya. Ia disekolahkan, kecerdasannya luar biasa. Walaupun ia tidak dapat melihat dengan mata hatinya terang benderang. Karena kecerdasannya, ia memperoleh pendidikan sampai di universitas dan akhirnya memperoleh gelar doctor di Universitas Sourbone Perancis. Dia adalah Prof.Dr. Thaha Husen, guru besar Universitas di Kairo, Mesir.

HUBUNGAN MANUSIA DAN PENDERITAAN
Allah adalah pencipta segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Dialah yang maha kuasa atas segala yang ada isi jagad raya ini. Beliau menciptakan mahluk yang bernyawa dan tak bernyawa. Allah tetap kekal dan tak pernah terikat dengan penderitaan.
Mahluk bernyawa memiliki sifat ingin tepenuhi segala hasrat dan keinginannya. Perlu di pahami mahluk hidup selalu membutuhkan pembaharuan dalam diri, seperti memerlukan bahan pangan untuk kelangsungan hidup, membutuh air dan udara. Dan membutuhkan penyegaran rohani berupa ketenangan. Apa bila tidak terpenuhi manusia akan mengalami penderitaan. Dan bila sengaja tidak di penuhi manusia telah melakukang penganiayaan. Namun bila hasrat menjadi patokan untuk selalu di penuhi akan membawa pada kesesatan yang berujung pada penderitaan kekal di akhirat.
Manusia sebagai mahluk yang berakal dan berfikir, tidak hanya menggunakan insting namun juga pemikirannya dan perasaanya. Tidak hanya naluri namun juga nurani.
Manusia diciptakan sebagai mahluk yang paling mulia namun manusia tidak dapat berdiri sendiri secara mutlah. Manusia perlu menjaga dirinya dan selalu mengharapkan perlindungan kepada penciptanya. Manusia kadang kala mengalami kesusahan dalam penghidupanya, dan terkadang sakit jasmaninya akibat tidak dapat memenuhi penghidupanya.
Manusia memerlukan rasa aman agar dirinya terhidar dari penyiksaan. Karena bila tidak dapat memenuhi rasa aman manusia akan mengalami rasa sakit. Manusia selau berusaha memahami kehendak Allah, karena bila hanya memenuhi kehendak untuk mencapai hasrat, walau tidak menderita didunia, namun sikap memenuhi kehendak hanya akan membawa pada pintu-pintu kesesatan dan membawa pada penyiksaan didalam neraka.
Manusia didunia melakukan kenikmatan berlebihan akan membawa pada penderitaan dan rasa sakit. Muncul penyakit jasmani juga terkadang muncul dari penyakit rohani. Manusia mendapat penyiksaan di dunia agar kembali pada jalan Allah dan menyadari kesalahanya. Namun bila manusia tidak menyadari malah semakin menjauhkan diri maka akan membawa pada pederitaan di akhirat.
Banyak yang salah kaprah dalam menyikapi penderitaan. Ada yang menganhap sebagai menikmati rasa sakit sehingga tidak beranjak dari kesesatan. Sangat terlihat penderitaan memiliki kaitan dengan kehidupan manusia berupa siksaan, kemudian rasa sakit, yang terkadang membuat manusia mengalami kekalutan mental. Apa bila manusia tidak mampu melewati proses tersebut dengan ketabahan, di akherat kelak dapat menggiring manusia pada penyiksaan yang pedih di dalam neraka. Adapun akan lebih jelas akan dibahas sebagai berikut.

Contoh kasus Penderitaan

Remaja berusia 17 tahun bernama Carlos Vigil di-bully teman-temannya selama tiga tahun. Remaja yang tinggal di Valencia County, New Mexico, Amerika Serikat, ini diejek kawan-kawannya hanya karena berjerawat dan memakai kacamata. Bahkan, dia dianggap seorang gay. Ayah Carlos Vigil, Ray Virgil sangat marah ketika mengetahui anaknya dibully habis-habisan oleh temannya sendiri. Ray Virgil kemudian mendesak pemerintah setempat segera mengeluarkan peraturan tentang sanksi pidana terhadap para pelaku bullying.
Setelah tak tahan lagi menjadi korban bully, Carlos menulis dan memposting surat bunuh diri melalui akun Twitternya pada tanggal 13 Juli 2013. Di surat itu, Carlos justru minta maaf kepada teman-temannya yang bertahun-tahun menyakitinya. “Saya adalah orang yang tak memperoleh ketidakadilan di dunia ini, dan sudah waktunya bagi saya untuk meninggalkan dunia ini,” tulis Carlos.
Carlos juga meminta teman-temannya untuk tidak menangisi keputusannya. Dia justru minta maaf karena tidak mampu mencintai seseorang, atau membuat seseorang mencintainya. “Teman-teman di sekolah benar. Saya seorang pecundang, aneh, homo, dan sama sekali tidak dapat diterima orang lain. Saya minta maaf, karena tidak mampu membuat seseorang bangga. Aku bebas sekarang. Xoxo,” kata Carlos mengakhiri suratnya.
Ketika anaknya memposting tulisan tersebut, Ray Vigil justru sedang di North Carolina dan berbicara dengan parlemen setempat membahas RUU tentang Anti-bullying. Begitu membaca posting anaknya, Ray Vigil langsung pulang ke rumah. Sayangnya, Ray Vigil  terlambat. Begitu tiba di rumah, Ray Vigil  mendapati anaknya sudah dalam keadaan tidak bernyawa.
Pemecahan Masalah
Bullying atau pembulian masih sering terjadi terutama di kalangan remaja. Terkadang seseorang di bully karna ia melakukan kesalahan. Namun ada juga seseorang yang di bully karna fisik yang sudah di takdirkan oleh Allah SWT. Menurut saya itu sangat memprihatinkan dan menyedihkan bila seseorang seperti itu di bully. Contohnya seperti kasus diatas. Pemuda bernama Carlos Vigil di bully oleh teman-temannya hanya karna dia memakai kacamata, berjerawat dan gay. Mungkin gay adalah kesalahan dia sehingga dia bisa di bully. Namun apakah berkacamata dan berjerawat itu murni kesalahan dia? Saya rasa tidak. Mungkin itu adalah takdir Allah SWT. Karna berkacamata dan berjerawat adalah salah satu penyakit. Yaitu penyakit mata dan penyakit kulit. Penyakit tidak ada yang tahu kapan datangnya. Penyakit adalah cobaan atau ujian dari Allah SWT.
Pembulian memang bisa menyebabkan penderitaan. Namun ada beberapa orang yang tidak kuat menahann penderitaannya seperti Carlos Vigil. Ia mengatasi penderitaan dengan cara yang salah yaitu bunuh diri. Sebenarnya ada cara yg jauh lebih baik dari bunuh diri. Yaitu dengan cara berusaha memperbaiki hal-hal yang selama ini di bully. Seperti mengobati dan merawat wajah agar tidak ada lagi jerawat, pergi ke dokter mata, dan menghilangkan sifat gay dengan cara mencoba menyukai wanita. Cara lainnya adalah menunjukkan dan membuktikan bahwa ia punya kelebihan atau bakat agar orang lain bisa lebih menghargai dia. Karna di balik kekurangan pasti ada kelebihan.  Pembulian memang menyakitkan, namun jika dilihat dari sisi positifnya pembulian bisa mendorong kita agar lebih baik lagi, memaksa kita untuk berusaha sebaik-baiknya, menguji mental kita. Saran dari saya jika mengalami penderitaan bertawakal lah dan percayalah bahwa setelah penderitaan pasti ada kebahagiaan.

Sumber:

Tugas Ilmu Budaya Dasar tentang keadilan dilihat dari hukum tajam kebawah tumpul keatas

TUGAS KELOMPOK
ILMU BUDAYA DASAR
ISTILAH HUKUM TAJAM KEBAWAH TUMPUL KEATAS


KELAS: 1EA27
ADITYA RIZKY NUGRAHA       : 10216231
BIMA WAHYU                                : 11216435
MOHAMMAD ANNAS BM           : 14216488
MUHAMMAD SIGIT A                  : 15216116
SAMIADJI                            : 16216801


FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANJEMEN
UNIVERSITAS GUNADRMA
2016/2017


KATA PENGANTAR

   Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang keadilan dilihat dari konteks hukum tajam kebawah tumpul keatas yang mengacu pada hukum di Indonesia
                                   
    Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
  
    Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
  
    Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca tentang Keadilan dilihat dari konteks hukum tajam kebawah tumpul keatas yang mengacu pada hukum di Indonesia.
  
                                                                                      Bekasi,  09 November 2016
  
                                                                                              Penyusun






DAFTAR ISI

Pendahuluan                                                                           4
Pengertian dan Tujuan Hukum                                              5
Pengertian Keadilan                                                               5
Istilah Hukum tajam kebawah tumpul keatas                                6

















BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Peranan hukum di dalam masyarakat khususnya dalam menghadapi perubahan masyarakat perlu dikaji dalam rangka mendorong terjadinya perubahan sosial. Pengaruh peranan hukum ini bisa bersifat langsung dan tidak langsung atau signifikan atau tidak. Hukum memiliki pengaruh yang tidak langsung dalam mendorong munculnya perubahan sosial pada pembentukan lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh langsung terhadap masyarakat. Di sisi lain, hukum membentuk atau mengubah institusi pokok atau lembaga kemasyarakatan yang penting, maka terjadi pengaruh langsung, yang kemudian sering disebut hukum digunakan sebagai alat untuk mengubah perilaku masyarakat. 
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara. Namun ada istiliah yang menyatakan Hukum di Indonesia tajam kebawah tumpul keatas. Lalu dimanakah peran keadilan?.

B.   Rumusan  Masalah
a.       Pengertian Hukum
b.       Pengertian Keadilan
c.       Kenapa hukum di Indonesia tajam kebawah dan tumpul keatas

C.   Tujuan Makalah
Dengan adanya makalah ini, para mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami hal-hal di bawah ini:
a.       Mengetahui Pengertian Hukum
b.      Mengetahui pengertian keadilan
c.       Mengetahui istilah hukum tajam kebawah tumpul keatas








BAB II
PEMBAHASAN

HUKUM
Pengertian Hukum
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol , hukum adalah aspek terpenting  dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan,  Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
Tujuan Hukum

Tujuan hukum mempunyai  sifat universal seperti  ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum  maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.
KEADILAN
Pengertian Keadilan
Keadilan berasal dari istilah adil yang berasal dari bahasa Arab. Kata adil berarti tengah, adapun pengertian adil adalah memberikan apa saja sesuai dengan haknya. Keadilan berarti tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu ditengah-tengah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, tidak sewenang-wenang. Keadilan juga memiliki pengertian lain yaitu suatu keadaan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara memperoleh apa yang menjadi haknya sehingga dapat melaksanakan kewajibannya. Sedangkan Pengertian Keadilan Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu hal yang tidak berat sebelah atau tidak memihak serta tidak sewenang-wenang. Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) kata adil berasal dari kata adil, adil mempunyai arti yaitu kejujuran, kelurusan, dan keikhlasan yang tidak berat sebelah. 
ISTILAH HUKUM DI INDONESIA TAJAM KEBAWAH TUMPUL KEATAS

Istilah Hukum tajam ke bawah namun tumpul ke atas ini mungkin sudah lumrah di masyarakat Indonesia saat ini maksud dari istilah tersebut adalah salah satu sindiran nyata bahwa keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas menengah ke bawah, Coba bandingkan dengan para Koruptor yang notabene adalah para penjabat kelas ekonomi ke atas, baik mulai dari tingkat anggota DPRD kota hingga para mantan menteri pun terjerat dengan kasus korupsi.
Sebenarnya ada banyak kasus besar yang jelas-jelas merugikan negara karena ulah penggarong uang negara, nasib kasusnya tidak jelas. Para koruptor bebas berlenggang, berleha-leha di luar negeri, tidak tersentuh hukum.  Yang masih hangat baru-baru ini adalah Kisah yang dialami nenek Asyani (63) ini benar-benar menggambarkan pepatah yang populer di masyarakat, hukum di negeri ini tumpul ke atas, tajam ke bawah.

Asyani diseret ke Pengadilan Negeri Situbondo Jawa Timur dengan tuduhan mencuri 38 papan kayu jati di lahan Perhutani di Desa Jatibanteng, Situbondo. Saat menjalani persidangan ketiga pada 12 Maret, Asyani sampai-sampai duduk bersimpuh dan menangis di depan majelis hakim, memohon pengampunan. Sang pelapor Asyani, Sawin (mantri Perhutani), tertegun melihat Asyani. Warga Dusun Kristal, Desa/Kecamatan Jatibanteng, Situbondo, itu menjalani sidang dengan jadwal tanggapan jaksa atas pembelaan kuasa hukum terdakwa. Mulanya, Asyani diam tertunduk mendengarkan tanggapan jaksa penuntut umum, Ida Haryani, selama 30 menit.
Setelah jaksa penuntut membacakan tanggapannya, Asyani langsung menangis histeris. Dia menuding Sawin, yang berdiri di pintu samping ruang sidang. "Sawin, kamu yang tega memenjarakan saya. Padahal saya sudah datang ke rumahmu untuk meminta maaf. Kamu tega sama saya," tutur Asyani berteriak lalu terdiam setelah ditenangkan oleh kuasa hukumnya, Supriyono. Asyani adalah tukang pijat. Dia didakwa dengan Pasal 12 huruf d juncto Pasal 83 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun. Asyani dituduh mencuri 38 papan kayu jati di lahan Perhutani di desa setempat. Asyani dilaporkan oleh sejumlah polisi hutan ke Polsek Jatibanteng pada 4 Juli 2014. Nenek empat anak itu kemudian ditahan pada 15 Desember 2014. Selain Asyani, tiga orang lain juga ikut ditahan, yakni menantu Asyani, Ruslan; pemilik mobil pick up, Abdussalam; dan Sucipto, tukang kayu.
Dalam tanggapannya, jaksa Ida Haryani menuturkan pihaknya memiliki bukti-bukti kuat bahwa 38 papan kayu itu memang diambil Asyani di lahan Perhutani. "Terdakwa tidak mampu menunjukkan dokumen kepemilikan kayu tersebut," katanya. Supriyono menyesalkan sikap jaksa itu, yang dinilainya terlalu formalistis dalam menangani kasus tersebut. Padahal faktanya, kayu jati itu ditebang dari lahan milik Asyani yang telah dijual pada 2010. "Ada surat keterangan kepala desa kalau lahan tersebut dulunya milik Asyani," ucap Supriyono. Sebelumnya, Asyani juga telah menyatakan itu secara langsung di hadapan majelis hakim ketika memohon ampun. Menurut dia, kayu jati itu peninggalan suaminya yang telah meninggal.
Lain lagi kasus menimpa Yusman Telaumbanua digunung Sitolis Sumatera Utara, pengadilan setempat memvonisnya dengan hukuman mati meski tergolong anak dibawah umur. Jika mengacu pada undang-undang perlindungan anak terdakwa yang masih dibawah umur hanya mendapatkan hukuman maksimal 10 tahun penjara, komisi untuk orang hilang dan korban tindakan kekerasan KONTRA mengadukan kasus ini ke komisi yudisial. Hakim dianggap mengesampingkan fakta dipengadilan meski mengetahui penyidik telah memalsukan umur terdakwa.

Salah satu perwakilan KONTRA mengatakan:"Salah satu terpidana yang bernama Yusman Telaumbanua itu pada saat vonis ditahun 2013 itu diduga usianya masih dibawah umur". Kini yang menjadi pertanyaan besar apakah masih ada sedikit keadilan bagi rakyat kecil?. Akibat edukasi yang minim, kalangan menengah kebawah kerap dipermainkan oleh aturan hukum. Setiap orang berhak mendapatakan perilaku yang sama didepan hukum tanpa kecuali aparat penegak hukum harus bisa memberi bukti yang konkrit kepada publik.

Sebuah Fakta Lembaga peradilan kini sudah impoten, tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Pasal-pasal KUHP bagi rakyat kecil ibarat peluru yang menghujam jantung, namun bagi para petinggi hanyalah sebuah coretan yang termaktub dalam kitab. Hukum hanya berlaku untuk mereka yang tidak mampu membayar pengacara. Bahkan kini KUHP adalah singkatan dari “Kasih Uang Habis Perkara”. Dunia benar-benar sudah terbalik. Kasus-kasus besar seperti korupsi dan kawan-kawannya dianggap kecil, namun sebaliknya kasus-kasus sederhana yang mungkin bisa diselesaikan secara kekeluargaan bahkan dibesar-besarkan.

Inilah dinamika hukum di Indonesia, seolah sudah berganti paradigma yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil atau kejahatan perdata ringan langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya. Asas hukum bahwa “semua orang diperlakukan sama di depan hukum” yang dipatenkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, justru tidak diindahkan oleh aparat penegak hukum. Fakta itu terurai secara telanjang.
Hukum Yang Berkasta
Beda golongan beda proses, itulah yang ditemukan dalam kasus itu begitu cepatnya proses hukum berjalaan terhadap orang orang kecil. Boleh jadi karena tidak punya kekuatan finansial dan akses kekuasaan, sehingga yang bisa membantunya hanyalah pemberitaan media massa dan opini publik. Sangat berbeda jika penyelenggara negara dan aparat hukum yang terjerat korupsi, penanganannya sangat lamban.

Ada berbagai factor yang menghambatnya bukan hanya karena ada faktor kekuatan politis yang membentenginya, melainkan juga menciptakan penundaan proses hukum dengan segala celah pembalikan opini di ruang publik. Penanganan kasus korupsi yang dilakukan oleh institusi yang memiliki kewenangan besar dan dipercaya rakyat sekelas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga bisa dibelokkan. Cara, memanfaatkan celah hukum acara (hukum formil) yang sebetulnya tidak boleh ditafsirkan melampaui (menyimpang) dari ketentuan yang sudah jelas dan tegas. Bagi yang bertahta di kelas hukum gedongan, sebetulnya KPK tidak pernah gentar. Publik melihat bagaimana KPK menjerat tiga menteri aktif pada masa pemerintahan lalu, dua ketua umum partai politik, serta puluhan anggota DPR dan kepala daerah.
KPK seolah gagal merintis ketajaman pedang keadilan hukum kembali tak mampu atau dibuat lumpuh sehingga gagal menembus bangunan rumah kelas gedongan. Ketegasan, keberanian, dan profesionalitas yang diukir dalam sejarah KPK, tentu tidak akan begitu gampang dilumpuhkan sekiranya yang bersoal orang-orang kecil. Realitas hukum yang hanya tajam ke bawah di tengah era keterbukaan sangatlah memprihatinkan. Hendak dibawa ke mana penegakan hukum di tengah pengakuan bahwa demokrasi Indonesia mendapat pujian dunia internasional. Proses hukum tak berdaya menghadapi orang berpunya dan memiliki alur hubungan dengan elite kekuasaan, termasuk otoritas hukum. Jika ada yang berani mengusik dengan bicara sembarangan atau tepatnya mengkritik, siapsiaplah menghadapi tuntutan hukum.

Restorative Justice
Nampakmya kasus yang ditimpakan kepada Nenek Asyani, koreksi terhadap realitas proses hukum yang begitu tajam, boleh jadi hanya disikapi sebatas respons dan simpati.
Memang muncul sikap keberpihakan berbagai kalangan pemerhati keadilan dan hak asasi manusia, tetapi penerapan asas “semua orang sama di depan hukum” lebih banyak dianggap angin lalu oleh otoritas penegakan hukum. Tak henti-hentinya digelorakan agar wajah penegakan hukum tidak seharusnya melukai rasa keadilan masyarakat (keadilan substantif).
Kenyataan realitas berkata lain, lebih banyak elite kekuasaan dan petinggi penegak hukum bersikap defensif, tidak berani berpihak pada rakyat kebanyakan. Seolah-olah rakyat kecil hanyalah sekadar objek penegakan hukum seperti pada hukum rimba di hutan belantara.
Kasus Nenek Minah yang dituduh mencuri tiga biji kakao sehingga harus duduk di kursi pesakitan, adalah contoh yang patut dijadikan pelajaran, meskipun dengan alasan penegakan hukum. Kenapa aparat hukum sejak penyidikan tidak berani melakukan pendekatan “restorative justice“ terhadap beragam kasus ringan yang ditimpakan kepada rakyat kecil seperti pada Nenek Asyani?
Restorative justice adalah pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dan korban. Tidak selalu harus berpedoman pada hukum normatif semata (hukum materiil), terutama pada tindak pidana ringan yang ancaman pidananya juga ringan.

Kenapa tidak, sekiranya pelaku dan korban pencurian bisa dibawa ke ruang keadilan restoratif, maka polisi bisa menghentikan penyidikan, tidak harus sampai ke pengadilan. Hukum acara seharusnya tidak selalu digunakan untuk memproses rakyat kecil yang melakukan kriminal kecil dengan berbalut demi penegakan hukum. Tetapi semuanya terkesan aneh karena justru akan dimandulkan dengan berbagai penafsiran jika kelas gedongan yang bermasalah. Ukuran keberhasilan penegakan hukum tidak boleh hanya mengacu pada banyaknya jumlah perkara yang diselesaikan, tetapi juga seberapa besar kualitasnya.
Pada proses peradilan pidana konvensional dikenal restitusi atau ganti rugi terhadap korban, sedangkan restorasi memiliki makna yang lebih luas yaitu pemulihan hubungan antara korban dan pelaku. Hal itu bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban dan pelaku. Konsep restorative justice memberi kesempatan bagi korban menghitung kerugiannya, sedangkan pelaku memberikan ganti rugi. Maka itu, realitas hukum “tajam ke bawah, tumpul ke atas” tidak harus mengalahkan penegakan hukum dalam mencari keadilan.

HUKUM TUNDUK PADA KEKUASAAN
Bukan rahasia umum kondisi hukum ketika berhadapan dengan orang yang memiliki kekuasaan, baik itu kekuasaan politik maupun uang, maka hukum menjadi tumpul. Tetapi, ketika berhadapan dengan orang lemah, yang tidak mempunyai kekuasaan dan sebagainya. Hukum bisa sangat tajam. Hal ini terjadi karena proses hukum itu tidak berjalan secara otomatis, tidak terukur bagaimana proses penegakan hukumnya. Seharusnya, ketika ada kasus hukum kita bisa melihat dengan cara yang matematis. Perbuatannya apa, bagaimana prosesnya, bagaimana proses pembuktiannya, bagaimana keputusannya. Kalau ini diterapkan, proses penyelesaian hukumnya pasti berjalan dengan baik. Tetapi, banyak anomali-anomali yang terjadi. Misalnya kasus pencurian, tuduhannya pencurian, tetapi anomali yang terjadi bisa saja berbeda atas kedudukan status sosialnya. Jika nanti kasusnya terjadi kepada yang status sosial kalangan bawah, maka proses penegakan hukumnya cepat dan mudah dalam penahanan. Namun sebaliknya jika terjadi pada orang yang status sosialnya tinggi yaitu berkuasa dalam masalah keuangan dan politik. Inilah yang menjadi problema dalam kasus seperti ini jangan sampai terulang kembali kejadian dalam kasus ini sangat kontroversi, dan menyengsarakan masyrakat yang tentunya dipertanyakan bahwa di manalah keadilan bagi “wong cilik”. Masyarakat sering tidak percaya dengan proses hukum, nantinya masyarakat akan melihat bahwa dalam melihat proses penegakan hukum ini bisa melihatnya dengan keadilan.
Dilihat dari perspektif hukum yang pernah di jalani, sebenarnya bila ada laporan tentang sebuah kejadian yang diduga sebagai tindak pidana, tugas polisi adalah mengumpulkan informasi atau data yang masuk sebanyak-banyaknya, yang dapat dikategorikan sebagai alat bukti atau barang bukti sehingga mengkonstruksikan apakah dari informasi dan data ini atau dapat mengkonstruksikan pasal pidana. Selanjutnya dari anatominya yang melihat unsur-unsur dari jaksa dan selanjutnya masuk dalam proses pengadilan. Dalam proses penegakan hukum Terminologinya adalah “barangsiapa” jadi siapa saja bisa mengalami proses hukum. Nanti jika yang menyangkut soal kepemilikan dipersoalkan tersendiri.
Keadilan “hukum” bagi kebanyakan masyarakat seperti barang mahal, sebaliknya barang murah bagi segelintir orang. Keadilan hukum hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kekuatan dan akses politik serta ekonomi saja. Kondisi ini sesuai dengan ilustrasi dari Donald Black (1976:21-23), ada kebenaran sebuah dalil, bahwa Downward law is greater than upward. Maksudnya, tuntutan-tuntutan atau gugatan oleh seseorang dari kelas “atas” atau kaya terhadap mereka yang berstatus rendah atau miskin akan cenderung dinilai serius sehingga akan memperoleh reaksi, namun tidak demikian yang sebaliknya. Kelompok atas lebih mudah mengakses keadilan, sementara kelompok marginal atau miskin sangat sulit untuk mendapatkannya (Wignjosoebroto, 2008:187).
Adanya Fenomena ketidakadilan hukum ini terus terjadi dalam praktik hukum di negeri ini. Munculnya berbagai aksi protes terhadap aparat penegak hukum di berbagai daerah, menunjukkan sistem dan praktik hukum kita sedang bermasalah. Menurut Ahmad Ali (2005), supremasi hukum dan keadilan hukum yang menjadi dambaan masyarakat tak pernah terwujud dalam realitas riilnya. Keterpurukan hukum di Indonesia malah semakin menjadi-jadi. Kepercayaan masyarakat terhadap law enforcement semakin memburuk.
Satjipto Rahardjo menyebutkan ini sebagai bentuk krisis sosial yang menimpa aparat penegak “hukum” kita. Berbagai hal yang muncul dalam kehidupan “hukum” kurang dapat dijelaskan dengan baik. Keadaan ini yang kurang disadari dalam hubungannya dengan kehidupan hukum di Indonesia (Rahardjo, 2010:17). Praktik-praktik penegakkan hukum yang berlangsung, meskipun secara formal telah mendapat legitimasi hukum (yuridis-formalistik), namun legitimasi moral dan sosial sangat lemah.
Banyak fakta Adanya  diskriminasi perlakuan hukum antara mereka yang memiliki uang dan yang tak memiliki uang, antara mereka ada yang berkuasa dan yang tak punya kekuasaan. Keadilan bagi semua hanyalah kamuflase saja. Namun, realita hukum terasa justru dibuat untuk menghancurkan masyarakat miskin dan menyanjung kaum elit. Penegak hukum lebih banyak mengabaikan realitas yang terjadi di masyarakat ketika menegakkan undang-undang atau peraturan. Akibatnya, penegak “hukum” hanya menjadi corong dari aturan. Hal ini tidak lain adalah dampak dari sistem pendidikan hukum yang lebih mengedepankan positifisme. Penegak hukum seperti memakai kacamata kuda yang sama sekali mengesampingkan fakta sosial. Inilah cara ber”hukum” para penegak hukum tanpa nurani dan akal sehat.
Keterpurukan praktik ber”hukum” di negara kita ini yang mewujudkan dalam berbagai realitas ketidakadilan hukum, terutama yang menimpa kelompok masyarakat miskin. Sudah saatnya kita tidak sekedar memahami dan menerapkan hukum secara legalistic-positivistic, yakni cara ber”hukum” yang berbasis pada peraturan hukum tertulis semata (rule bound), tapi perlu melakukan terobosan hukum, yang dalam istilah Satjipto Raharjo (2008), disebut sebagai penerapan hukum progresif. Dan salah satu aksi progresivitas hukum, adalah berusaha keluar dari belenggu atau penjara hukum yang bersifat positivistik dan legalistik. Dengan pendekatan yuridis-sosiologis, diharapkan selain akan memulihkan hukum dari keterpurukannya, juga yang lebih riil, pendekatan yuridis-sosiologis diyakini mampu menghadirkan wajah keadilan hukum dan masyarakat yang lebih substantif.
Untuk itu diperlukan penegak hukum yang berintegritas dan berkomitmen tinggi untuk melakukan penegakan hukum khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi. Artinya polisi, jaksa, dan hakimnya juga harus benar-benar bersih terutama pimpinannya. Jangan sampai kejadian tahun perseteruan KPK vs Polri terulang lagi. Karena penegak hukum yang bersih merupakan modal yang sangat kuat dalam penegakan hukum yang didambakan. Ibaratnya menyapu ruangan yang kotor tentulah dengan sapu yang bersih.

BAB III
PENUTUP

Masalah penegakan hukum di Indonesia merupakan masalah yang sangat serius dan akan terus berkembang jika unsur di dalam sistem itu sendiri tidak ada perubahan, tidak ada reformasi di bidang itu sendiri. Karakter bangsa Indonesia yang kurang baik merupakan aktor utama dari segala ketidaksesuaian pelaksanaan hukum di negari ini. Perlu ditekankan sekali lagi, walaupun tidak semua penegakan hukum di Indonesia tidak semuanya buruk, Namun keburukan penegakan ini seakan menutupi segala keselaran hukum yang berjalan di mata masyarakat. Begitu banyak kasus-kasus hukum yang silih berganti dalam kurun waktu relatif singkat, bahkan bersamaan kejadiaannya. Perlu ada reformasi yang sebenarnya, karena permasalahan hukum ini merupakan permasalahan dasar suatu negara, bagaimana masyarakat bisa terjamin keamanannya atau bagaimana masyarakat bisa merasakan keadilan yang sebenarnya, hukumlah yang mengatur semua itu, dan perlu digaris-bawahi bahwa hukum sebanarnya telah sesuai dengan kehidupan masyarakat, tetapi pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan baik pribadi maupun kelompok merupakan penggagas segala kebobrokan hukum di negeri ini.
Perlu banyak evaluasi-evaluasi yang harus dilakukan, harus ada penindaklanjutan yang jelas mengenai penyelewengan hukum yang kian hari kian menjadi. Perlu ada ketegasan tersendiri dan kesadaran yang hierarki dari individu atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Perlu ditanamkan mental yang kuat, sikap malu dan pendirian iman dan takwa yang sejak kecil harus diberikan kepada kader-kader pemimpin dan pelaksana aparatur negara atau pihak-pihak berkepentingan lainnya. Karena baik untuk hukum Indonesia, baik pula untuk bangsanya dan buruk untuk hukum di negeri ini, buruk pula konsekuensi yang akan diterima oleh masayarakat dan Negara.











DAFTAR PUSTAKA